IKHA RAGAZZA SAGIO

ikha ragazza sagio

Jumat, 04 Januari 2013

PARTAI POLITIK


2.1       Makna Partai Politik
Partai politik dalam era modern dimaknai sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia). Dilihat dari pengertian tersebut, ada beberapa unsur penting yang ada dalam partai politik, yaitu: orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama.
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. [1][2]
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni :
1.      Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
2.      R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3.      Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4.      Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.


2.2       Fungsi Partai Politik

Mariam Budiarjo dalam buku tersebut di atas, mengidentifikasi ada beberapa macam fungsi dari partai politik , yaitu :

1.      Partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Dalam menjalankan fungsi ini, Partai politik menghimpun berbagai masukan ,ide dari berbagai lapisan masyarakat. Asfirasi ini kemudian digabungkan. Proses penggabungan ini sering disebut sebagai “penggabungan kepentingan” (intres aggregation). Setelah berbegai gagasan, ide , kepentingan tersebut digabungkan , selanjutnya berebagai kepentingan tersebut disusun dan rumuskan secarat sistematik dan teratur, proses ini sering disebut dengan perumusan kepentingan (articulation Intrest). Rumusan tersebut kemudian di jadikan propram partai yang akan di perjuangkan dan disampaikan kepada pemerintah untuk dijadikan suatu kebijakan umum. Selain komunikasi yang demikian, partai politik juga berperan sebagai wadah untuk menyebarluaskan kebijakan pemerintah dan mendiskusikannya. Dengan demikian terjadi dialog baik dari bawah keatas maupun dari atas kebawah. Peran yang demikian , menempatkan partai politik sebagai perantara atau penghubung antara masyarakat dengan pemerintah dalam suatu ide-ide atau gagasan gagasan.
2.      Partai politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai sebagai proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyrakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kecil hingga ia dewasa. Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nialai-nilai adri satu generasi ke generasi berikutunya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik . Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan pemilu, parati memerlukan dukungan massa. Untuk itu partai menciptalan “imege” bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Disamping menenmkan solidaritas dengan partai , partai politik juga mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warganegara dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasional . Di negara-negara baru, partai politik juga berperan untuk memupuk identitas nasional dan itegritas nasional. Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader dan lainnya.
3.      Partai Politik sebagai sarana recriutment politik Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai . Dengan demikian partai turut memperluas memperluas partisifasi politik . Caranya ialah melalui kontak pribadi , persuasi dsn lain-lain. Juga di usahakan untuk menarik golongan muda untuk didik menjadi kader partai yang dimasa mendatang menggantikan pimpinan lama.
4.      Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Dalam suasana demokratis , persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat adalah maslah yang wajar , jika terjadi konflik , partai politik berusaha mengatasinya. Fungsi partai politik secara normatif dirumusakan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1999 sebagai berikut : ¨ Partai politik berfungsi : ¨ Melaksanakan pendidikan politik dengan menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; ¨ Menyerap,menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijaksanaan negara melalui mekanisme badan-badan permusyawaratan / perwakilan rakyat; ¨ Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi.

2.3       Cara Mencegah Skandal Partai Politik
Untuk menyelesaikan skandal parpol, penegakan hukum oleh Kejaksaan
harus didorong agar prosesnya berjalan dengan cepat. Proses penegakan hukum berjalan lambat karena koordinasi Kejaksaan dan Kepolisian tidak mulus. Lambannya Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah Presiden harus dibaca sebagai sikap menunggu “instruksi” Presiden. Prosesnya kemudian menjadi semakin lambat karena “intruksi” itu  tidak kunjung turun  sebelum kompromi politik terselesaikan.  Padahal hukum seharusnya berjalan lebih cepat agar bisa memberikan kepastian hukum
dan keadilan, bukan malah menunggu kesepakatan di antara elit politik.
Tugas penting  DPR setelah Pansus adalah memastikan proses hukum
berjalan dengan kredibel dan independen. Titik kritis penegakan hukum
terutama pada  institusi Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah
Presiden dan selama ini kinerjanya belum memuaskan.
Kredibilitas dalam penegakan hukum juga penting karena ada kemungkinan kompromi politik untuk  mengintervensi proses hukum. Terutama karena banyak anggota DPR dan pimpinan partai politik juga  tersangkut persoalan hukum. Persoalan pajak grup Bakrie, aliran dana Century kepada anggota DPR dan berbagai pelanggaran hukum lain harus diselesaikan dengan tuntas.

2.4       Penyelesaian Masalah Dari Sudut Pandang Penulis
Salah siapa bila kita tak lagi percaya pada partai politik? Bukankah dulu harapan pernah tertancap pada para politisi muda, tapi nyatanya mereka kini menjadi generasi baru koruptor di Indonesia. Mengutip kalimat Mustofa Bisri: Mereka yang kemarin giat mengingatkan yang lupa, sudah mulai banyak yang lupa. Orang yang dulu tegak memperjuangkan kepentingan rakyat, berubah drastis manakala terlibat dalam politik praktis. Tak heran, jika hasil survei sebuah lembaga penelitian pun menunjukkan kurang dari 30 % saja masyarakat yang menilai baik kinerja partai politik. Barang kali ini bukan tamparan. Karena antipatinya, masyarakat sudah tidak peduli lagi, apalagi mendekat untuk menamparnya. Partai politik semata penyalur aspirasi yang sia-sia.
Mengacu pada Carl Friendrich pembentukan partai politik memiliki tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Dalam sistem demokrasi, cara yang digunakan untuk meraih atau mempertahan kekuasaan, yakni dengan turut serta dalam pemilihan umum. Sebelum terjun sebagai kontestan dalam pemilu, partai politik melakukan rekrutmen yang di dalamnya ada seleksi dan pengangkatan satu atau sekelompok orang untuk melaksanakan peran strategis. Setelah itu, partai politik melakukan pembinaan dan edukasi internal dalam rangka mencapai sasaran, yakni melanggengkan ideologi dan kekuasaan. Selain melaksanakan fungsi internal, terhadap masyarakat luas partai politik memiliki tanggung jawab konstitusional dan moral dan etika untuk membawa masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih baik (Firmanzah, 2007). Dengan demikian, kehadiran partai politik diharapkan memberi berkontribusi pada penyelesaian masalah-masalah yang tengah dihadapi publik.
Partai politik sebagai penjaga tanggung jawab etika sekaligus pionir bagi perubahan yang lebih baik pada praktiknya kerap mengecewakan. Terkuaknya skandal dugaan korupsi partai politik bukti ironis bagaimana partai politik yang seharusnya ideal bagi upaya edukasi etika politik ternyata malah berubah menjadi sejenis tengkulak kekuasaan. Elite dan partai politik yang diharapkan menunjukkan tanggung jawab politik yang luhur, dalam aktivitasnya malah menunjukkan mentalitas politisi kelas rendah. Retorika tentang supremasi hukum sebagai benteng terakhir keadilan, pada implementasinya lebih banyak menimbulkan rasa frustasi dan sinis masyarakat.
Bila kita lihat apa yang dapat dilakukan partai politik dalam memengaruhi kebijakan publik, sebenarnya sangat wajar kalau harapan yang diberikan masyarakat pada partai politik sangat besar. Sayangnya, apa yang kita saksikan saat ini keberadaan partai-partai politik masih jauh dari perannya sebagai pelayan kebutuhan masyarakat secara luas. Tidaklah heran, jika muncul sejenis hasrat untuk membuat terobosan dan inovasi yang lebih kreatif dalam meramaikan sinetron perpolitikan di negeri ini. Salah satunya dengan munculnya calon independen dalam proses perebutan kekuasaan. Akankah keberadaan calon perorangan tersebut mampu mencairkan kebekuan hati masyarakat yang terlanjur tidak percaya?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar