IKHA RAGAZZA SAGIO

ikha ragazza sagio

Jumat, 09 November 2012


A.   PARADIGMA BARU KOMUNIKASI PEMERINTAHAN DI ERA DEMOKRATISASI DAN REFORMASI
Strategi, Hambatan, dan Solusi Alternatif Pemecahan Masalah dalam Komunikasi Pemerintah
a.    Pendahuluan
Komunikasi pemerintah adalah penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan Negara. Dalam hal ini pemerintah dapat di asumsikan sebagai komunikator dan masyarakat sebagai komunikan, namun dalam suasana tertentu bias sebaliknya, masyarakat berada pada posisi sebagai penyampai idea tau gagasan dan pemerintah berada pada posisi mencermati apa yang di inginkan masyarakat.
Peranan pemerintah dalam konsorsium (pengusaha yang mengadakan usaha bersama) terkait adalah sebagai pihak yang menentukan tujuan, kebijakan, standar, dan pola kerja sama dari segala yang berkaitan dengan perencanaan, penerapan, dan pengembangan konsep e-government.
Berangkat dari konsep dasar komunikasi pemerintah, maka segaala macam bentuk yang dilakukan oleh pemerintah diperlukan suatu “grand strategy”  dalam penataan birokrasi secara sistematik yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kondis internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan tantangan stratejik yang d’hadapkan lingkungannya. Dalam konteks perubahan internal tersebut, revormasi birikrasi nasional perlu diarahkan pada :
a.      Penyesuaian visi, misi, dan strategi
b.      Perampingan organisasi dan penyederhanaan tata kerja
c.        Pemantapan system, manajemen, dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
b.    Strategi Mencapai Keberhasilan Komunikasi Pemerintahan
1.        Mengedepamkan Etika Komunikasi Pemerintah
Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam etika komuniasi dalam pemerintah yakni :
ü  Etika Komunikasi Secara Individualistik
Hal ini melekat pada kapabilitas dan kredibilitas personal dalam berkomunikasi. Kapabilitis berkomunikasi dimulia dengan rekayasa kepribadian seperti dalam analisis transaksional yang biasa dilakukan dalam psikologi klinis, atau dengan drilling atas posture dan gesture sehingga dari sini terbentuk pembiasan performans, untuk kemudian melahirkan kapabilitas berkomunikasi.
Performans dan citra merupakan aspek yang penting bagi pejabat public yang eksistensi politik dan perannya di tentukan melalui popularitas ditengah public, seperti melalui pemilihan langsung.
Pada aspek etika komunikasi pemerintah tidak berdiri sendiri. Kegiatan komunikasi sebagaimana dunia simbolik pada hakikatnya tidak pernah sebagai jagat (realm) berdiri sendiri, melainkan sebagai ikutan dari jagat lainnya yang bersifat empiris.

ü  Etika Komunikasi Organisasi
Menelisik komunikasi organisasi dimana penyelenggaraan pemerintahan oleh institusi public atau Negara pada dasarnya diselenggarakan untuk memenuhi hak dan kepentingan public, sebagai implikasi dari prinsip demokrasi dan pengurusan yang baik (good governance).
System yang mendasari kegiatan komunikasi, yaitu proses pertukaran antara penyedia dan pegambil informasi dalam kmonteks hak kepentingan public tentunya jauh lebih penting dari kepentingan bersama. Ketimbang soal gaya komunikasi pejabat public.
Hak masyarakat berkomunikasi pada hakikatnya berada dalam lingkup konsep kebebasan pers, yang mencakup suatu rantai dalam proses demokrasi, sebagai implementasi dari Hak Asasi Manusia sesuai Deklarasi Hak Asasi manusia 1948 dan Kovenan Internasional lainnya (politi, ekonomi, social budaya).

2.       Melakukan Penataan Organisasi dan Tata Kerja
Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana dan diarahkan para terbangunya sosok birokrasi yang ramping, desentralistik, efisien, efektif, bertanggung jawab, terbuka, dan aksesif: serta rejalin dengan jelas satu sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dan masyarakat di kembangkan terarah pada penerapan pelayanan prima yang efektif, dan mendorong peningkatan produktivitas kegiatan pelayanan aparatur dan masyarakat.



3.       Melakukan Pemantapan Sistem Manajemen Komunikasi Pemerintah
Dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi serta meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelenggaraan Negara dan pembangunan bangsa, pengembangan system manajemen komunikasi pemerintahan diprioritaskan pada sosialisasi pada kebijakan yang dilakukan pemerintah guna pelayanan public yang kondusif, transparan, dan akuntabel. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi masyarakat dan dunia usaha. Dengan demikian, usaha dan msyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terus belajar (lerning community), mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berdaya saing tinggi.

4.       Melakukan Peningkatan Kompetensi SDM Aparatur
Peningkatan profesinalisme aparatur harus ditunjang dari dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembaganya karakteristik sebagai berikut:
a.      Mempunya komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara
b.      Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengembang tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan public
c.        Berkemampuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif, dan inovatif
d.      Disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional
e.       Memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas)
f.        Memiliki darajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan
g.       Memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas

5.       Melakukan Pemberdayaan Masyarakat
Upaya pemberdayaan masyarakat memerlukan semangat untuk melayani masyarakat (“a spirit to serve public), dan menjadi mitra masyarakat (“partner of society”); atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (“co production). Dalam pada itu pelayanan mempunyai makna pengabdian atau pengelolaan pemberian bantuan yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”, “mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “tebuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang”. Makna administrasi public sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan Negara, yang esensinya “melayani public”, harus benar-benar dihayati  para penyelenggara pemerintah Negara.

6.       Konsistensi Kebijaksaan dan Penegakan ukuHUHukum
Tegaknya hokum yang berkeadilan merupakan jasa pemerintahan yang terasa sulit di wujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, justru ditengah kemajemukan, berbagai ketidak pastian perkembangan. Peningkatan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Adanya kepastian hukum merupakan indicator profesionalisme dan syarat bagi kredibilitas bagi pemerintahan, sebab bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam pengembangan hubungan nternasional.

7.       Mengubah Sikap dan Karakter Aparatur Pemerintahan
Pentingnya sikap manusia (aparatur pemerinthan) dalam mewujudkan tujuan dan sasaran organisasi pemerintah adalah sebagai berikut :
a.      Sikap merupakan komponen penting nomor satu dalam jiwa manusia, yg dngan kuat sekali memengaruhi segala keputusan yang diambilnya
b.      Tingkah laku itu beroperasi melalui pengetahuan (cognitive) dan persepsi, di mana kognisi merupakan komponen dari pada sikap manusia
c.        Sikap dari implementator merupakan faktor yang penting dalam studi implementasi kebijakan publik
d.      Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan berbagai alternative pilihan

8.       Alternatif Solusi Pemecahan Masalah dalam Komunikasi pemerintahan
Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui metode analitis dan kreatif . metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang cukup terkenal dan digunakan oleh banyak organisasi pemerintah maupun swasta/perusahaan , serta menjadi inti dari gerakan peningkatan kualitas (quality impruvemant). Adapun alternative solusoi pemecahan masalah dalam komunikasi pemerintahan


B.   KESIAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN PENERAPANNYA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG DI INDONESIA MENUJU PEMILU YANG BERKUALITAS

a.    Strategi Komunikasi Politik dan Penerapannya Pada Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Di Indonesia: Menuju Pemilu yang Berkualitas
            Komunikasi merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan dari keseharian manusia di berbagai bidang. Termasuk dalam aktivitas politik, komunikasi memainkan peran yang dominan. Komunikasi adalah hubungan antar manusia dalam rangka mencapai saling pengertian (mutual understanding).
            Strategi komunikasi politik bukanlah sebuah proses yang sederhana, banyak substansi masalah yang memerlukan pembahasan mendalam. Salah satunya berkaitan dengan strategi komunikasi politik.
            Di banyak Negara demokrasi, politik, sebagian besar dikuasai oleh pertimbangan-pertimbangan strategis, perilaku strategis, serta tindakan yang bersifat jangka pendek seringkali terlalu dangkal. Hal ini juga terjadi dalam masyarakat pada masa transisi seperti Indonesia. Sejak pemilu presiden dan wakil presiden terakhir pada tahun 2004, para pengamat politik dan masyarakat menjadi saksi beberapa langkah strategis yang brilian yang dilancarkan para politisi dan partai-partai politik Indonesia.
Konsep abstrak seperti strategi politik, paling baik bila dijelaskan, dipahami, diingat dan diletakan dalam konteks praktis. Untuk memberi kesempatan melihat bagaimana strategi dapat diterapkan dalam praktik (baik berhasil maupun tidak), dalam rangka pilkada langsung, setidaknya bagi partisipan pemilu, bagaimana cara merumuskan, mengorganisasikan dan menerapkan strategi poltik pada pemilu langsung di Indonesia.
System pilkada langsung memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan system rekruitmen politik yang ditawarkan oleh model sentralistik ala UU Nomor 5 Tahun 1974 (1) atau model demokrasi perwakilan yang diretas oleh UU Nomor 22 Tahun 1999 (2). Secara normatif, berdasarkan ukuran-ukuran demokrasi minimalis, pilkada langsung menawarkan sejumlah manfaat sekaligus harapan bagi pertumbuhan, pendalaman dan perluasan demokrasi local.
Pertama, membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan menentukan kepemimpinan politik di tingkat local dibandingkan system demokrasi perwakilan yang lebih banyak meletakan kuasa untuk menentukan rekrumen politik di tangan segelintir orang di DRRD (oligarkis).
Kedua, dari sisi kompetisi politik, pilkada langsung memungkinkan munculnya secar lebih lebar preferensi kandidat-kandidat yang bersaing serta memungkinkan tiap-tiap kandidat berkompetisi dalam ruangan yang lebih terbuka.
Ketiga, member peluang bagi warga untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik seperti yang kasat mata muncul dalam system demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui konsep demokrasi langsung, warga ditingkat local akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh semacam pendidikan politik, training kepemimpinan politik dan sekaligus mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik.
Keempat, pilkada langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan figur pemimpin yang aspiratif, kompeten dan legitimate. Dengan demikian, pilkada mempunyai sejumlah manfaat berkaitan dengan peningkatan kualitas tanggung jawab pemerintah daerah kepada warganya, yang pada akhirnya akan mendekatkan kepala daerah dengan masyarakat-warganya.
Kelima, kepala daerah yang terpilih melalui pilkada akan memilliki legitimasi yang kuat sehingga akan terbangun perimbangan kekuatan (check and balances) antara kepala daerah dan DPRD.
Dalam isu kompetisi poplitik, ad problematika yang sedang dan mungkin muncul dalam pilkada langsung. Pertama kompetisi politik yang terjadi dalam pilkada langsung tidak berjalan dengan berkualitas ketika lembaga penyelenggara pemilu tidak kompeten dan tidak kredibel. Amanat UU Nomor 32 Tahun 2004  yang menyerahkan kewenangan tata cara persiapan dan semua tata pelaksanaan pilkada keopada pemerintah dalam bentuk PP akan memungkinkan intervensi kepentingan politik pemerintah pusat, dan akhirnya KPUD menjadi tidak kredibel.
Faktor kompetensi juga menjadi pertanyaan karena KPUD belum berpengalaman dalam membuat perencanaan tekni pelaksanaan pemilihan umum, padahal menurut UU Nomor 32 tahun 2004, tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pilkada sangat besar. Kewenangan yang besar tanpa di imbangi oleh supervisi dan asistensi teknis, tentu akan menimbulkan problematika serius dalam teknis penyelenggaraan pilkada di daerah.
Kedua , kredibilitas dan kompetensi panitia pengawas. Keberadaan lembaga pengawas sering kali tidak bias berjalan dengan maksimal. Tidak maksimalnya fungsi pengawas ini salah satunya karena lembaga pengawas tidak bisa menjadi lembaga yang independen.
Ketiga, netralitas birokrasi pemerintahan daerah. Netralitas menjadi persoalan krusial ketiga di beberapa tempat sudah mulai muncul indikasi aparat birokrasi didayagunakan dan dikerahkan untuk mendukung kandidat yang ingin mencalonkan diri kembali
Keempat, pembiayaan pilkada. Persoaalan pembiayaan akan terkait dengan kredibilitas dan kapasitas KPUD dalam menyelenggarakan pilkada. Ada beberapa isu yang berkaitan dengan pembiayaan pilkada
1.                    Keterbatasan anggaran ketika terjadi kesenjangan antara kebutuhan anggaran yang diajukabn oleh KPUD dengan realisasi yang disetujui oleh DPRD
2.                   Politisasi pembiayaan pilkada, dimana posisi tawar yang dimiliki oleh kekuatan politik dominana atau kepala daerah yang ingin mencalonkan diri sangat besar dalam menentukan anggaran, dan posisi itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik
3.                   Problem transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran oleh KPUD.
Kelima, kemandirian dan kompetensi Mahkamah Agung dalam menyelesaikan sengketa hasil pilkada seperti yang diamanatkan oleh pasal 106 UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa Mahkamah Agung berwenang memutuskan sengketa hasil pemilu disamping kontroversial kalau disandingkan dengan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitutsi, juga karna MA diragukan kredibilitasnya oleh public (dengan munculnya isu mafia peradilan).
Keenam, political equality (persamaan kesempatan untuk berkompetisi) ketika UU Nomor 32 Tahun 2004 dalam pasal 56 ayat2 menyatakan bahwa pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat perolehan sekurang kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD dan 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu legislative di daerah bersangkutan.

*      Strategi Komunikasi Politik Pendekatan Konsep
Definisi komunikasi secara sederhana mengacu pada pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan (Aranguren. 1967) atau saling berbagi informasi, gagasan dan sikap(Wilbur Schramm. 1974). Sementara definisi politik mengacu pada pendapat Deliar Noer (1983) sebagai aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat.
Dengan beberapa literature, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkanj pada pencapaian suatu pengaruh sedemikaian rupa sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi tersebut melibatkan semua kelompok dan warganya. Dengan demikian komunikasi politik adalah upaya sekelompok manusia yang mempunyai presentasi, pemikiran politik atau ideology tertentu dalam rangka menguasai atau memperoleh kekuasaan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi politik adalah rencana yang meliputi metode, teknik dan tata hubungan fungsional antara unsure-unsur dan factor-faktor dari proses komunikasi guna kegiatan operasional untuk mencapai tujuan dan sasaran.

*      Strategi Komunikasi Politik dalam Sistem Politik Pilkada Langsung Di Indonesia
Dengan penerapan strategi komunikasi politik, rakyat memberikan dukungan, menyampaikan aspirasi dan melakukan pengawasan terhadap system politik di Indonesia. Melalui strategi politik ini pula, rakyat dapat mengetahui apakah dukungan, aspirasi dan pengawasan itu tersalur atau tidak dalam berbagai kebijakan politik.
Yang menarik dari hubungan antara nilai-nilai otorisasi dan komunikasi politik adalah dalam implementasinya berupa bentuk-bentuk komunikasi politik. Ada dua bentuk komuniaksi politik yaitu ;
Pertama, strategi komunikasi politik yang cenderung mengambil (membentuk) posisi horizontal. Dalam komunikasi ini, posisi antara komunikator dan komunikan (masyarakat) relative seimbang (saling member dan menerima) sehingga terjadi sharing. Bentuk komunikasi semacam ini merefleksikan nilai-nilai demokratis.
Kedua, strategi komunikasi politik yang cenderung membentuk pola-pola linear. Arus komunikasi (informasinya) satu arah cenderung vertical (top down). Bentuk komunikasi semacam ini merefleksikan nila-nilai budaya feodalistis dan kepemimpinan otoriter.
Seperti yang telah dikemukakan, interaksi antarstruktur politik dalam system politik dapat dilihat sebagai unsur-unsur dan system komunikasi politik. Mengenal hal ini, Blumer dan Gurevitch (1995:5) menawarkan pendekatan system komunikasi politik. Menurut mereka, ada empat komponen yang perlu diperhatikan dalam mengkaji system komunikasi politik:
1.        Institusi politik dengan aspek-aspek komunikasinya
2.       Institusi media dengan aspek-aspek komunikasi politiknya
3.       Orientasi khalayak terhadap komunikasi politik
4.       Aspek-aspek komunikasi yang relevan dengan budaya politik

*      Strategi Komunikasi Supra dan Infrasturktur Politik
1.        Strategi Komunikasi Suprastruktur
Gejala komunikasi politik menurut Schudson sebagaimana dikutip Dedy Djamaluddin Malik (1999), bias dilihat dari dua arah. Pertama, bagaimana institusi-institusi yang bersifat formal atau suprastruktur politik menyampaikan pesan-pesan politik kepada public. Kedua, bagaimana infrastruktur politik merespon dan mengartikulasikan pesan-pesan politik terhadap suprastruktur.
Yang pertama sering juga disebut dengan istilah the governmental political sphere, sementara yang kedua yang berada distruktur masyarakat disebut dengan istilah the socio political sphere.
Sementara itu, komunikasi politik yang dilakukan pemerintah (suprastruktur) antara lain mencakup:
1.        Seluruh kebujakan yang menyangkut kepentingan warga
2.       Upaya meningkatkan loyalitas dan integritas nasional
3.       Penerapan aturan dan perundang undangan untuk menjaga ketertiban dan kehormatan dalam hidup bernegara
4.       Mendorong terwujudnya partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan nasional
Hal penting yang harus dilakukan dalam komunikasi politik adalah pertama, komuniaksi menjadi cara atau teknik penyerahan tuntutan atau dukungan sebagai input dalam system politik, misalnya dalam rangka artikulasi kepentingan. Kedua, kopmunikasi digunakan sebagai penghubung antara pemerintah dengan rakyat, baik dalam rangka mobilisasi social untuk implementasi hubungan, memperoleh dukungan, maupun kepatuhan dan integrasi politik.
2.       Strategi Komunikasi Infrastruktur Politik
Ø  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kendati DPRD dipastikan tidak lagi memilih tetapi bukan berarti lembaga ini kehilangan peran yang menetukan dalam proses pilkada langsung. Pertanyaannya, bagaimanakah kesiapan DPRD di daerah-daerah yang akan melaksanakan p[ilkada langsung? Hal ini tentunya berkaitan dengan beberapa hal, yakni:
1.        Kapasitas SDM anggota DPRD
2.       Kapasitas mental anggota DPRD
Kenyataan yang ada bahwa di daerah-daerah yang akan melaksanakan pilkada langsung kebanyakan anggotanya didominasi oleh:
1.        Mereka yang berpendidkan SLTA bermasalah
2.       Orang-orang tua pensiunan
3.       Orang-orang baru yang belum memiliki legislator
Berkaitan dengan posisi KPUD sebagai pihak yang mempertanggung jawabkan proses penyelenggaraan pilkada langsung, bukan tidak mungkin pula akan timbul masalah. Tidak ada jaminan bahwa hal ini tidak di salah tafsirkan oleh anggota legislative.  Selain itu keputusan DPRD sebagai lembaga wakil rakyat dalam pilkada langsung sangat rawan mengalami bias politik atas dasar kepentingan partai politik masing-masing.
Ø  Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
Kedudukan dan peran KPUD sangat penting karena berkaitan langsung dengan bagaimana administrasi atau berkas para calon diperiksa; bagaimana sosialisasi aturan dan teknis pemilihan kepada masyarakat; bagaimana personel struktur penyelenggara pemilu di setiap daerah, kecamatan, dan desa ditentukan; bagaimana distribusi jumlah wajib pilih, penyiapan alat peraga pemilu, hingga bagaimana perolehan suara para calon seluruhnya dikelola oleh KPUD.
Pengalaman kita terhadap anggota-anggota KPUD yang telah ada sebelumnya, bagaimana telah disinggung sebelumnya, transaksi atau jual beli suara banyak dilakukan atau paling tidak diketahui  oleh mereka, baik itu yang dilakukan oleh KPUD sendiri maupun oleh jajaran KPUD tingkat bawah seperti PPK dan PPS. Perilaku seperti ini akan kembali terjadi dalam intensitas dan skala yang lebih besar. Oleh karena itu, berkenaan dengan hal tersebut, dibutuhkan langkah-langkah antisipatif dan strategis agar kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal tersebut dapat dicegah lebih awal.

Ø  Partai Politik
Partai politik merupakan sarana artikulasi kepentingan rakyat. Dalam konteks pilkada langsung, partai politiklah yang akan menjaring aspirasi rakyat berkenaan dengan calon kepala daerah yang ideal yang diinginkan. Di beberapa daerah, ada kecenderungan partai politik untuk tidak membuka proses pencalonan kepala daerah melalui cara konvensi, khususnya Partai Golkar. Di beberapa kabupaten, ketua partainya sendiri yang menjadi calon gubernur/bupati dari Partai Golkar. Ini artinya Partai Golkar tidak memberikan akses kepada pihak lain untuk ikut berkompetisi di dalam Partai Golkar.
Kondiso ini tentunya bertentangan dengan semangat untuk mewujudkan partai politik sebagai sarana artikulasi kepentingan rakyat sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Dengan kenyataan ini, partai politik hanyalah sebatas artikulasi kepentingan elite pengurus partai, tidak lebih dari itu.

Ø  Lembaga Pengawas Pemilu (PANWASLU)
Lembaga pengawas pemilu merupakan salah satu instrument penting dalam penyelenggaraan pemilu. Pada awal dibentuknya lembaga ini sangat teliti dalam mengawas dan menindak lanjuti berbagai pelanggaran, baik yang sifatnya administrative mauppun politis. Tetapi dalam prosesnya kemudian, kenyataan berbicara lain. Rupa-rupanya panwaslu tidak lebih dari sekedar pencatat masalah lalu kemudian menyetornya ke KPU dan lembaga inilah yang menentukan kelanjutan perkara itu.
Lebih jauh lagi, dalam lembaga pengawas pemilu sendiri seperti tidak independen sebab beranggotakan dari berbagai unsure, khususnya kepolisian dan kejaksaan. Akibatnya, kinerja mereka terhambat oleh piranti kelembagaan mereka.
Selain itu, dalam penanganan perkara pemilu di pengadilan, kita memiliki pengalaman yang kurang baik. Penilaian yang kurang baik tersebut dilihat dari dua sisi, yakni:
1.        Kinerja yang lamban dan bertele-tele
2.       Putusan yang tidak adil dan transparan
Oleh karena itu, wajar jika banyak orang yang pesimis dengan penanganan perkara di pengadilan dalam pelaksananaan pilkada langsung nanti. Sikap pesimis tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa yang akan menangani perkara-perkara pilkada nantinya di pengadilan adalah orang yang sama juga saat pemilu legislative yang lalu. Karena itu, kinerja dan putusannya tidak akan jauh berbeda.
Ø  Infrastruktur Sosial Daerah
*      Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda
Secara objektif, keberadaan ormas dan kepemudaan di berbagai daerah terlalu sering memainkan peran-peran politik pesanan dari tokoh-tokoh politik tertentu. Satu organisasi entah itu yayasan atau forum-dalam hal ini tentu saja tidak semua- dapat menjadi sangat galak menguak keburukan salah satu seorang tokoh tetapi sangat lunak, bahkan cenderung menutup mata terhadap kejahatan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lainnya.
Pernyataan tersebut tentu saja sangat kontras dan cenderung tidak demokrasi, tetapi itu lebih baik daripada mesti menambah beban pekerjaan DPRD dan KPUD yang memang sudah dalam kondisi tidak siap.
*      Masyarakat dengan Segala Kulturnya
Di kalangan elite politik maupun intelektual, ada semacam kecenderungan untuk mengiringi masalah pilkada kea arah perkara etnisitas. Ada beberapa bahaya jika etnik ini benar-benar dipakai dan menjadi pola dalam setiap pilkada, yakni:
1.        Pilkada akan kehilangan kualitas sebab yang ditonjolkan adalah semata-mata bagaimana memenangkan pertarungan, merebut kekuasaan. Singkatnya, siapa yang mayoritas, itulah yang menang, dan siapa yang minoritas, itulah yang akan kalah.
2.       Akan ada ketersinggungan etnik lain khususnya etnik yang selamanya akan menjadi minoritas dalam daerah tersebut. Karena dengan pola yang demikian, dipastikan semuanya tidaka akan pernah diperhitungkan dalam kancah poltik local atau singkatnya menjadi kepala daerah.
3.       Akan dapat menjadi ancama serius bagi eksistensi penduduk asli. Oleh karena itu masalah etnisitas tersebut sedapat mungkin dihindari. Artinya, kalaupun pola seperti itu harus muncul, lebih karena alasan kualitas calon bersangkutan, bukan karena populasi etnisnya lebih besar.

b.    Fungsi Komunikasi Partai Politik dalam Pemilu
(Sebuah Tinjauan Terhadap Kesuksesan dan Kegagalan Partai Politik dalam Pemuli)
            Fungsi komunikasi politik adalah struktur politik yang menyerap berbagai aspirasi, pandangan, dan gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkannya sebagai bahan dalam penentuan kebijakan (Mas’oet dan Andrew dalam radial, 2009:40) dengan demikian, fungsi komunikasi politik adalah membawakan arus informasi atau kesan politik secara timbal balik dari masyarakat kepada penguasa politik partai atau pemerintah, dan dari penguasa politik atau pemeritah kepada masyarakat.
            Menurut Almond, fungsi komunikasi politik yang terdapat secara inheren dalam system politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri. Ada dua indikator fungsi komunikasi politik dari lima fungsi komunikasi politik yang dapat menunjukkan bahwa arus komunikasi politik berlangsung secara timbal balik dan berhubungan langsung dengan kebijakan atau keputusan, yaitu :
1.        Fungsi agregasi kepentingan (interest aggregation function)
2.       Fungsi artikulasi kepentingan (interest articulation function)
      Fungsi agregasi kepentingan yang dimaksud adalah proses menampung, mengubah, mengoversi aspirasi politik masyarakat berupa tuntutan (demanding)dan dukungan (supporting) menjadi alternatif-alternatif kebijakan publik berupa kebijakan (policy) dan keputusan (decision).
      Fungsi artikulasi kepentingan adalah proses panyampaian informasi atau pesan politik dari pemerintah berupa kebijakan (policy) atau keputusan (decision) kepada masyarakat melalui perantara infrastruktur politik.
      Oleh sebab itu, komunikasi politik partai, dapat dianggap efektif dan berhasil bila pesan-pesan politik yang disampaikannya respons politik dari publik atau massa berupa kesediaannya untuk memberikan simpati dan dukungan politik kepada partai berupa legimitasi politik, terutama untuk propaganda politik, partai tetap perlu memerhatikan keterkaitan 3 unsur dalam proses komunikasi politik, yakni :
1.        Sumber politik (source)
2.       Pesan politik (message)
3.       Tujuan politik (destination)
Disamping efektivitas pelaksanaan fungsi komunikasi politik partai, strategi komunikasi politik juga sebagai salah satu faktor atau indicator yang ikut memengaruhi berlangsungnya fungsi komunikasi politik suatu partai dan merupakan unsure penting dalam mendukung efektivitas proses berlangsungnya komunikasi politik yang dilakukan oleh suatu partai dalam usaha untuk memperoleh simpatik atau dukungan politik kontituen atau massa.


*      Hakekat Strategi dalam Komunikasi Partai Politik
      Hakekat strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan kondisional pada saat ini tentang yang akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan (Arifin, 2003: 145). Ada beberapa indicator dalam strategi komunikasi politik yang dianggap penting, yakni :
1.        Keberadaan pemimpin politik
2.       Merawat kekokohan dan memantapkan kelembagaan
3.       Menciptakan kebersamaan
4.       Negoisasi
5.       Membangun consensus (Anwar Arifin dalam Ardial, 2009: 73).
Salah satu inti dari demokratis adalah bagaimana membangun institusi-intitusi politik demokratis, seperti partai politik, bekerja atas dasar prinsip akuntabilitas.
Di Indonesia, proses demokratis politik yang terus berlangsung pasca orde baru setidaknya telah mengarahkan system kepartaian dan pemilu yang dapat memberi peluang bagi perluasan partisipasi politik warga Negara.
Keberhasilan ataupun kegagalan partai dalam memberikan informasi atau pesan-pesan politik kepada masyarakat, terutama tentang pelaksanaan sejumlah program partai, tidak terlepas dari kinerja para komunikator politik partai, seperti politisi dan praktisi partaibdi DPR RI (fraksi), Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Sekjen DPP, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW Provinsi) sampai Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Anak Cabang, juru bicara partai, dan media centre.

*      Ketergantungan Komunikasi Politik Partai Pada Media
Ketergantungan suatu partai tidak terlepas dari fungsi, struktur dan content dari system media massa  yang kemudian saling memengaruhi, adanya kebutuhan dan kepentingan, serta motif pada psikologi public yang pada akhirnya dapat memengaruhi konsekuensi kognitif, efektif, dan behavioral public dalam menentukan sikap untuk mendukung suatu partai
Lasswell mengusulkan tiga fungsi dari media komuniaksi, yaitu :
1.        Menyediakan informasi tentang lingkungan (surveillance atau pengamatan)
2.       Menyajikan pilihan untuk memecahkan masalah (correlation) dan
3.       Sosialisasi dan pendidikan, yang merujuk kepada transmisi.