2.1 Makna Partai Politik
Partai
politik dalam era modern dimaknai sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuannya
adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar
Ilmu Politik, Gramedia). Dilihat dari pengertian tersebut, ada beberapa
unsur penting yang ada dalam partai politik, yaitu: orang-orang, ikatan antara
mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai,
cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama.
Sebuah
partai politik adalah organisasi politik
yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi
lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya)
dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. [1][2]
Partai
politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya
mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal
finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung
kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang
political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam
rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur
Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik,
yakni :
1.
Carl J. Friedrich: Partai Politik
adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut
atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan
berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang
bersifat ideal maupun materil.
2.
R.H. Soltou: Partai Politik adalah
sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak
sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih,
bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3.
Sigmund Neumann: Partai Politik
adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai
kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan
golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4.
Miriam Budiardjo: Partai Politik
adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara
konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
2.2 Fungsi Partai Politik
Mariam Budiarjo dalam buku tersebut di atas,
mengidentifikasi ada beberapa macam fungsi dari partai politik , yaitu :
1.
Partai politik sebagai sarana
komunikasi politik. Dalam menjalankan fungsi ini, Partai politik menghimpun
berbagai masukan ,ide dari berbagai lapisan masyarakat. Asfirasi ini kemudian
digabungkan. Proses penggabungan ini sering disebut sebagai “penggabungan
kepentingan” (intres aggregation). Setelah berbegai gagasan, ide , kepentingan
tersebut digabungkan , selanjutnya berebagai kepentingan tersebut disusun dan
rumuskan secarat sistematik dan teratur, proses ini sering disebut dengan
perumusan kepentingan (articulation Intrest). Rumusan tersebut kemudian di
jadikan propram partai yang akan di perjuangkan dan disampaikan kepada
pemerintah untuk dijadikan suatu kebijakan umum. Selain komunikasi yang
demikian, partai politik juga berperan sebagai wadah untuk menyebarluaskan
kebijakan pemerintah dan mendiskusikannya. Dengan demikian terjadi dialog baik
dari bawah keatas maupun dari atas kebawah. Peran yang demikian , menempatkan
partai politik sebagai perantara atau penghubung antara masyarakat dengan
pemerintah dalam suatu ide-ide atau gagasan gagasan.
2.
Partai politik berfungsi sebagai
sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan
sebagai sebagai proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap
phenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyrakat dimana ia berada.
Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kecil
hingga ia dewasa. Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses
melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nialai-nilai adri satu
generasi ke generasi berikutunya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi
sebagai salah satu sarana sosialisasi politik . Dalam usaha menguasai
pemerintahan melalui kemenangan pemilu, parati memerlukan dukungan massa. Untuk
itu partai menciptalan “imege” bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
Disamping menenmkan solidaritas dengan partai , partai politik juga mendidik
anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai
warganegara dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasional .
Di negara-negara baru, partai politik juga berperan untuk memupuk identitas
nasional dan itegritas nasional. Proses sosialisasi politik diselenggarakan
melalui ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader dan lainnya.
3.
Partai Politik sebagai sarana
recriutment politik Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak
orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota
partai . Dengan demikian partai turut memperluas memperluas partisifasi politik
. Caranya ialah melalui kontak pribadi , persuasi dsn lain-lain. Juga di
usahakan untuk menarik golongan muda untuk didik menjadi kader partai yang
dimasa mendatang menggantikan pimpinan lama.
4.
Partai politik sebagai sarana
pengatur konflik. Dalam suasana demokratis , persaingan dan perbedaan pendapat
dalam masyarakat adalah maslah yang wajar , jika terjadi konflik , partai
politik berusaha mengatasinya. Fungsi partai politik secara normatif
dirumusakan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1999 sebagai berikut : ¨ Partai
politik berfungsi : ¨ Melaksanakan pendidikan politik dengan menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara; ¨ Menyerap,menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan
masyarakat dalam pembuatan kebijaksanaan negara melalui mekanisme badan-badan
permusyawaratan / perwakilan rakyat; ¨ Mempersiapkan anggota masyarakat untuk
mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi.
2.3 Cara
Mencegah Skandal Partai Politik
Untuk menyelesaikan skandal parpol,
penegakan hukum oleh Kejaksaan
harus didorong agar prosesnya berjalan dengan cepat. Proses penegakan hukum berjalan lambat karena koordinasi Kejaksaan dan Kepolisian tidak mulus. Lambannya Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah Presiden harus dibaca sebagai sikap menunggu “instruksi” Presiden. Prosesnya kemudian menjadi semakin lambat karena “intruksi” itu tidak kunjung turun sebelum kompromi politik terselesaikan. Padahal hukum seharusnya berjalan lebih cepat agar bisa memberikan kepastian hukum
dan keadilan, bukan malah menunggu kesepakatan di antara elit politik.
harus didorong agar prosesnya berjalan dengan cepat. Proses penegakan hukum berjalan lambat karena koordinasi Kejaksaan dan Kepolisian tidak mulus. Lambannya Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah Presiden harus dibaca sebagai sikap menunggu “instruksi” Presiden. Prosesnya kemudian menjadi semakin lambat karena “intruksi” itu tidak kunjung turun sebelum kompromi politik terselesaikan. Padahal hukum seharusnya berjalan lebih cepat agar bisa memberikan kepastian hukum
dan keadilan, bukan malah menunggu kesepakatan di antara elit politik.
Tugas penting DPR setelah
Pansus adalah memastikan proses hukum
berjalan dengan kredibel dan independen. Titik kritis penegakan hukum
terutama pada institusi Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah
Presiden dan selama ini kinerjanya belum memuaskan.
berjalan dengan kredibel dan independen. Titik kritis penegakan hukum
terutama pada institusi Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah
Presiden dan selama ini kinerjanya belum memuaskan.
Kredibilitas dalam penegakan hukum
juga penting karena ada kemungkinan kompromi politik untuk mengintervensi
proses hukum. Terutama karena banyak anggota DPR dan pimpinan partai politik
juga tersangkut persoalan hukum. Persoalan pajak grup Bakrie, aliran dana
Century kepada anggota DPR dan berbagai pelanggaran hukum lain harus diselesaikan
dengan tuntas.
2.4 Penyelesaian
Masalah Dari Sudut Pandang Penulis
Salah siapa bila kita tak
lagi percaya pada partai politik? Bukankah dulu harapan pernah tertancap pada
para politisi muda, tapi nyatanya mereka kini menjadi generasi baru koruptor di
Indonesia. Mengutip kalimat Mustofa Bisri: Mereka
yang kemarin giat mengingatkan yang lupa, sudah mulai banyak yang lupa.
Orang yang dulu tegak memperjuangkan
kepentingan rakyat, berubah drastis
manakala terlibat dalam
politik praktis. Tak heran,
jika hasil survei sebuah lembaga penelitian pun
menunjukkan kurang dari 30 % saja masyarakat yang menilai baik kinerja partai
politik. Barang kali ini bukan tamparan. Karena antipatinya, masyarakat sudah
tidak peduli lagi, apalagi mendekat untuk menamparnya. Partai politik semata
penyalur aspirasi yang sia-sia.
Mengacu pada Carl
Friendrich pembentukan partai politik memiliki tujuan untuk merebut atau
mempertahankan kekuasaan. Dalam sistem demokrasi, cara yang digunakan untuk
meraih atau mempertahan kekuasaan, yakni dengan turut serta dalam pemilihan
umum. Sebelum terjun sebagai kontestan dalam pemilu, partai politik melakukan
rekrutmen yang di dalamnya ada seleksi dan pengangkatan satu atau sekelompok
orang untuk melaksanakan peran strategis. Setelah itu, partai politik melakukan
pembinaan dan edukasi internal dalam rangka mencapai sasaran, yakni
melanggengkan ideologi dan kekuasaan. Selain melaksanakan fungsi internal,
terhadap masyarakat luas partai politik memiliki tanggung jawab konstitusional
dan moral dan etika untuk membawa masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih
baik (Firmanzah, 2007). Dengan demikian, kehadiran partai politik diharapkan
memberi berkontribusi pada penyelesaian masalah-masalah yang tengah dihadapi
publik.
Partai politik sebagai
penjaga tanggung jawab etika sekaligus pionir bagi perubahan yang lebih baik
pada praktiknya kerap mengecewakan. Terkuaknya skandal dugaan korupsi partai
politik bukti ironis bagaimana partai politik yang seharusnya ideal bagi upaya
edukasi etika politik ternyata malah berubah menjadi sejenis tengkulak
kekuasaan. Elite dan partai politik yang diharapkan menunjukkan tanggung jawab
politik yang luhur, dalam aktivitasnya malah menunjukkan mentalitas politisi
kelas rendah. Retorika tentang supremasi hukum sebagai benteng terakhir
keadilan, pada implementasinya lebih banyak menimbulkan rasa frustasi dan sinis
masyarakat.
Bila
kita lihat apa yang dapat dilakukan partai politik dalam memengaruhi kebijakan
publik, sebenarnya sangat wajar kalau harapan yang diberikan masyarakat pada
partai politik sangat besar. Sayangnya, apa yang kita saksikan saat ini
keberadaan partai-partai politik masih jauh dari perannya sebagai pelayan
kebutuhan masyarakat secara luas. Tidaklah heran, jika muncul sejenis hasrat
untuk membuat terobosan dan inovasi yang lebih kreatif dalam meramaikan
sinetron perpolitikan di negeri ini. Salah satunya dengan munculnya calon
independen dalam proses perebutan kekuasaan. Akankah keberadaan calon
perorangan tersebut mampu mencairkan kebekuan hati masyarakat yang terlanjur
tidak percaya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar