A. PARADIGMA
BARU KOMUNIKASI PEMERINTAHAN DI ERA DEMOKRATISASI DAN REFORMASI
Strategi, Hambatan, dan Solusi Alternatif
Pemecahan Masalah dalam Komunikasi Pemerintah
a. Pendahuluan
Komunikasi pemerintah adalah
penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka
mencapai tujuan Negara. Dalam hal ini pemerintah dapat di asumsikan sebagai
komunikator dan masyarakat sebagai komunikan, namun dalam suasana tertentu bias
sebaliknya, masyarakat berada pada posisi sebagai penyampai idea tau gagasan
dan pemerintah berada pada posisi mencermati apa yang di inginkan masyarakat.
Peranan pemerintah dalam
konsorsium (pengusaha yang mengadakan usaha bersama) terkait adalah sebagai
pihak yang menentukan tujuan, kebijakan, standar, dan pola kerja sama dari
segala yang berkaitan dengan perencanaan, penerapan, dan pengembangan konsep e-government.
Berangkat dari konsep dasar
komunikasi pemerintah, maka segaala macam bentuk yang dilakukan oleh pemerintah
diperlukan suatu “grand strategy” dalam penataan birokrasi secara sistematik
yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kondis internal birokrasi tetapi
juga permasalahan dan tantangan stratejik yang d’hadapkan lingkungannya. Dalam
konteks perubahan internal tersebut, revormasi birikrasi nasional perlu
diarahkan pada :
a.
Penyesuaian visi, misi, dan strategi
b.
Perampingan organisasi dan
penyederhanaan tata kerja
c.
Pemantapan system, manajemen, dan
peningkatan kompetensi sumber daya manusia
b. Strategi Mencapai Keberhasilan
Komunikasi Pemerintahan
1.
Mengedepamkan Etika Komunikasi
Pemerintah
Beberapa aspek penting yang
perlu diperhatikan dalam etika komuniasi dalam pemerintah yakni :
ü Etika
Komunikasi Secara Individualistik
Hal ini melekat pada
kapabilitas dan kredibilitas personal dalam berkomunikasi. Kapabilitis
berkomunikasi dimulia dengan rekayasa kepribadian seperti dalam analisis
transaksional yang biasa dilakukan dalam psikologi klinis, atau dengan drilling atas posture dan gesture sehingga
dari sini terbentuk pembiasan performans, untuk kemudian melahirkan kapabilitas
berkomunikasi.
Performans dan citra merupakan
aspek yang penting bagi pejabat public yang eksistensi politik dan perannya di
tentukan melalui popularitas ditengah public, seperti melalui pemilihan
langsung.
Pada aspek etika komunikasi
pemerintah tidak berdiri sendiri. Kegiatan komunikasi sebagaimana dunia
simbolik pada hakikatnya tidak pernah sebagai jagat (realm) berdiri sendiri, melainkan sebagai ikutan dari jagat
lainnya yang bersifat empiris.
ü Etika
Komunikasi Organisasi
Menelisik
komunikasi organisasi dimana penyelenggaraan pemerintahan oleh institusi public
atau Negara pada dasarnya diselenggarakan untuk memenuhi hak dan kepentingan
public, sebagai implikasi dari prinsip demokrasi dan pengurusan yang baik (good governance).
System yang
mendasari kegiatan komunikasi, yaitu proses pertukaran antara penyedia dan
pegambil informasi dalam kmonteks hak kepentingan public tentunya jauh lebih
penting dari kepentingan bersama. Ketimbang soal gaya komunikasi pejabat
public.
Hak
masyarakat berkomunikasi pada hakikatnya berada dalam lingkup konsep kebebasan
pers, yang mencakup suatu rantai dalam proses demokrasi, sebagai implementasi
dari Hak Asasi Manusia sesuai Deklarasi Hak Asasi manusia 1948 dan Kovenan
Internasional lainnya (politi, ekonomi, social budaya).
2.
Melakukan Penataan Organisasi dan
Tata Kerja
Penataan
organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi,
sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang
terencana dan diarahkan para terbangunya sosok birokrasi yang ramping,
desentralistik, efisien, efektif, bertanggung jawab, terbuka, dan aksesif:
serta rejalin dengan jelas satu sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi
nasional. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra
dan antar aparatur, serta antara aparatur dan masyarakat di kembangkan terarah
pada penerapan pelayanan prima yang efektif, dan mendorong peningkatan
produktivitas kegiatan pelayanan aparatur dan masyarakat.
3.
Melakukan Pemantapan Sistem
Manajemen Komunikasi Pemerintah
Dengan
semakin canggihnya teknologi komunikasi serta meningkatnya dinamika masyarakat
dalam penyelenggaraan Negara dan pembangunan bangsa, pengembangan system
manajemen komunikasi pemerintahan diprioritaskan pada sosialisasi pada
kebijakan yang dilakukan pemerintah guna pelayanan public yang kondusif,
transparan, dan akuntabel. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen
pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya
swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi masyarakat dan dunia usaha.
Dengan demikian, usaha dan msyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang
terus belajar (lerning community),
mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berdaya saing tinggi.
4.
Melakukan Peningkatan Kompetensi SDM
Aparatur
Peningkatan
profesinalisme aparatur harus ditunjang dari dengan integritas yang tinggi,
dengan mengupayakan terlembaganya karakteristik sebagai berikut:
a.
Mempunya komitmen yang tinggi
terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara
b.
Memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan dalam mengembang tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan
public
c.
Berkemampuan melaksanakan tugas
dengan terampil, kreatif, dan inovatif
d.
Disiplin dalam bekerja berdasarkan
sifat dan etika profesional
e.
Memiliki daya tanggap dan sikap
bertanggung gugat (akuntabilitas)
f.
Memiliki darajat otonomi yang penuh
rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai
kewenangan
g.
Memaksimalkan efisiensi, kualitas,
dan produktivitas
5.
Melakukan Pemberdayaan Masyarakat
Upaya
pemberdayaan masyarakat memerlukan semangat untuk melayani masyarakat (“a spirit to serve public), dan menjadi
mitra masyarakat (“partner of society”);
atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (“co production). Dalam pada itu pelayanan mempunyai makna
pengabdian atau pengelolaan pemberian bantuan yang mengutamakan efisiensi dan
keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam
perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”,
“mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “tebuka
untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang”. Makna administrasi
public sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan Negara, yang esensinya
“melayani public”, harus benar-benar dihayati
para penyelenggara pemerintah Negara.
6.
Konsistensi Kebijaksaan dan
Penegakan ukuHUHukum
Tegaknya
hokum yang berkeadilan merupakan jasa pemerintahan yang terasa sulit di
wujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan, justru ditengah kemajemukan, berbagai ketidak pastian
perkembangan. Peningkatan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian
kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus
mengabaikan kepastian hukum. Adanya kepastian hukum merupakan indicator
profesionalisme dan syarat bagi kredibilitas bagi pemerintahan, sebab bersifat
vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam
pengembangan hubungan nternasional.
7.
Mengubah Sikap dan Karakter Aparatur
Pemerintahan
Pentingnya sikap manusia
(aparatur pemerinthan) dalam mewujudkan tujuan dan sasaran organisasi
pemerintah adalah sebagai berikut :
a.
Sikap merupakan komponen penting
nomor satu dalam jiwa manusia, yg dngan kuat sekali memengaruhi segala
keputusan yang diambilnya
b.
Tingkah laku itu beroperasi melalui
pengetahuan (cognitive) dan persepsi, di mana kognisi merupakan komponen dari
pada sikap manusia
c.
Sikap dari implementator merupakan
faktor yang penting dalam studi implementasi kebijakan publik
d.
Memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan berbagai alternative pilihan
8.
Alternatif Solusi Pemecahan Masalah
dalam Komunikasi pemerintahan
Pemecahan masalah dapat
dilakukan melalui metode analitis dan kreatif . metode penyelesaian masalah
secara analitis merupakan pendekatan yang cukup terkenal dan digunakan oleh
banyak organisasi pemerintah maupun swasta/perusahaan , serta menjadi inti dari
gerakan peningkatan kualitas (quality
impruvemant). Adapun alternative solusoi pemecahan masalah dalam komunikasi
pemerintahan
B.
KESIAPAN KOMUNIKASI POLITIK DAN
PENERAPANNYA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG DI INDONESIA MENUJU
PEMILU YANG BERKUALITAS
a. Strategi Komunikasi Politik dan
Penerapannya Pada Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Di Indonesia: Menuju
Pemilu yang Berkualitas
Komunikasi
merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan dari keseharian manusia di berbagai
bidang. Termasuk dalam aktivitas politik, komunikasi memainkan peran yang
dominan. Komunikasi adalah hubungan antar manusia dalam rangka mencapai saling
pengertian (mutual understanding).
Strategi komunikasi politik bukanlah
sebuah proses yang sederhana, banyak substansi masalah yang memerlukan
pembahasan mendalam. Salah satunya berkaitan dengan strategi komunikasi
politik.
Di banyak Negara demokrasi, politik,
sebagian besar dikuasai oleh pertimbangan-pertimbangan strategis, perilaku
strategis, serta tindakan yang bersifat jangka pendek seringkali terlalu
dangkal. Hal ini juga terjadi dalam masyarakat pada masa transisi seperti
Indonesia. Sejak pemilu presiden dan wakil presiden terakhir pada tahun 2004,
para pengamat politik dan masyarakat menjadi saksi beberapa langkah strategis
yang brilian yang dilancarkan para politisi dan partai-partai politik
Indonesia.
Konsep
abstrak seperti strategi politik, paling baik bila dijelaskan, dipahami,
diingat dan diletakan dalam konteks praktis. Untuk memberi kesempatan melihat
bagaimana strategi dapat diterapkan dalam praktik (baik berhasil maupun tidak),
dalam rangka pilkada langsung, setidaknya bagi partisipan pemilu, bagaimana
cara merumuskan, mengorganisasikan dan menerapkan strategi poltik pada pemilu
langsung di Indonesia.
System pilkada
langsung memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan system rekruitmen
politik yang ditawarkan oleh model sentralistik ala UU Nomor 5 Tahun 1974 (1)
atau model demokrasi perwakilan yang diretas oleh UU Nomor 22 Tahun 1999 (2).
Secara normatif, berdasarkan ukuran-ukuran demokrasi minimalis, pilkada
langsung menawarkan sejumlah manfaat sekaligus harapan bagi pertumbuhan,
pendalaman dan perluasan demokrasi local.
Pertama,
membuka
ruang partisipasi yang lebih luas bagi warga dalam proses demokrasi dan
menentukan kepemimpinan politik di tingkat local dibandingkan system demokrasi
perwakilan yang lebih banyak meletakan kuasa untuk menentukan rekrumen politik
di tangan segelintir orang di DRRD (oligarkis).
Kedua,
dari sisi kompetisi politik, pilkada langsung memungkinkan munculnya secar
lebih lebar preferensi kandidat-kandidat yang bersaing serta memungkinkan
tiap-tiap kandidat berkompetisi dalam ruangan yang lebih terbuka.
Ketiga,
member peluang bagi warga untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih
baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik seperti
yang kasat mata muncul dalam system demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui
konsep demokrasi langsung, warga ditingkat local akan mendapatkan kesempatan
untuk memperoleh semacam pendidikan politik, training kepemimpinan politik dan
sekaligus mempunyai posisi yang setara untuk terlibat dalam pengambilan
keputusan politik.
Keempat,
pilkada
langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan figur pemimpin yang aspiratif,
kompeten dan legitimate. Dengan demikian, pilkada mempunyai sejumlah manfaat
berkaitan dengan peningkatan kualitas tanggung jawab pemerintah daerah kepada
warganya, yang pada akhirnya akan mendekatkan kepala daerah dengan
masyarakat-warganya.
Kelima,
kepala daerah yang terpilih melalui pilkada akan memilliki legitimasi yang kuat
sehingga akan terbangun perimbangan kekuatan (check and balances) antara kepala daerah dan DPRD.
Dalam isu
kompetisi poplitik, ad problematika yang sedang dan mungkin muncul dalam
pilkada langsung. Pertama kompetisi
politik yang terjadi dalam pilkada langsung tidak berjalan dengan berkualitas
ketika lembaga penyelenggara pemilu tidak kompeten dan tidak kredibel. Amanat
UU Nomor 32 Tahun 2004 yang menyerahkan
kewenangan tata cara persiapan dan semua tata pelaksanaan pilkada keopada
pemerintah dalam bentuk PP akan memungkinkan intervensi kepentingan politik
pemerintah pusat, dan akhirnya KPUD menjadi tidak kredibel.
Faktor
kompetensi juga menjadi pertanyaan karena KPUD belum berpengalaman dalam
membuat perencanaan tekni pelaksanaan pemilihan umum, padahal menurut UU Nomor
32 tahun 2004, tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pilkada sangat
besar. Kewenangan yang besar tanpa di imbangi oleh supervisi dan asistensi
teknis, tentu akan menimbulkan problematika serius dalam teknis penyelenggaraan
pilkada di daerah.
Kedua
,
kredibilitas dan kompetensi panitia pengawas. Keberadaan lembaga pengawas
sering kali tidak bias berjalan dengan maksimal. Tidak maksimalnya fungsi
pengawas ini salah satunya karena lembaga pengawas tidak bisa menjadi lembaga
yang independen.
Ketiga,
netralitas birokrasi pemerintahan daerah. Netralitas menjadi persoalan krusial
ketiga di beberapa tempat sudah mulai muncul indikasi aparat birokrasi
didayagunakan dan dikerahkan untuk mendukung kandidat yang ingin mencalonkan
diri kembali
Keempat,
pembiayaan pilkada. Persoaalan pembiayaan akan terkait dengan kredibilitas dan
kapasitas KPUD dalam menyelenggarakan pilkada. Ada beberapa isu yang berkaitan
dengan pembiayaan pilkada
1.
Keterbatasan anggaran ketika terjadi
kesenjangan antara kebutuhan anggaran yang diajukabn oleh KPUD dengan realisasi
yang disetujui oleh DPRD
2.
Politisasi pembiayaan pilkada,
dimana posisi tawar yang dimiliki oleh kekuatan politik dominana atau kepala
daerah yang ingin mencalonkan diri sangat besar dalam menentukan anggaran, dan
posisi itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik
3.
Problem transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan anggaran oleh KPUD.
Kelima,
kemandirian dan kompetensi Mahkamah Agung dalam menyelesaikan sengketa hasil
pilkada seperti yang diamanatkan oleh pasal 106 UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa
Mahkamah Agung berwenang memutuskan sengketa hasil pemilu disamping
kontroversial kalau disandingkan dengan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitutsi, juga karna MA diragukan kredibilitasnya oleh public (dengan
munculnya isu mafia peradilan).
Keenam,
political
equality (persamaan kesempatan untuk berkompetisi) ketika UU Nomor 32 Tahun
2004 dalam pasal 56 ayat2 menyatakan bahwa pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik
yang memenuhi syarat perolehan sekurang kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD
dan 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu legislative di daerah
bersangkutan.
Strategi
Komunikasi Politik Pendekatan Konsep
Definisi
komunikasi secara sederhana mengacu pada pengalihan informasi untuk memperoleh
tanggapan (Aranguren. 1967) atau saling berbagi informasi, gagasan dan
sikap(Wilbur Schramm. 1974). Sementara definisi politik mengacu pada pendapat
Deliar Noer (1983) sebagai aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan
kekuasaan untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu
bentuk susunan masyarakat.
Dengan
beberapa literature, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkanj
pada pencapaian suatu pengaruh sedemikaian rupa sehingga masalah yang dibahas
oleh jenis kegiatan komunikasi tersebut melibatkan semua kelompok dan warganya.
Dengan demikian komunikasi politik adalah upaya sekelompok manusia yang
mempunyai presentasi, pemikiran politik atau ideology tertentu dalam rangka
menguasai atau memperoleh kekuasaan.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi politik adalah rencana yang
meliputi metode, teknik dan tata hubungan fungsional antara unsure-unsur dan
factor-faktor dari proses komunikasi guna kegiatan operasional untuk mencapai
tujuan dan sasaran.
Strategi
Komunikasi Politik dalam Sistem Politik Pilkada Langsung Di Indonesia
Dengan
penerapan strategi komunikasi politik, rakyat memberikan dukungan, menyampaikan
aspirasi dan melakukan pengawasan terhadap system politik di Indonesia. Melalui
strategi politik ini pula, rakyat dapat mengetahui apakah dukungan, aspirasi
dan pengawasan itu tersalur atau tidak dalam berbagai kebijakan politik.
Yang menarik
dari hubungan antara nilai-nilai otorisasi dan komunikasi politik adalah dalam
implementasinya berupa bentuk-bentuk komunikasi politik. Ada dua bentuk
komuniaksi politik yaitu ;
Pertama,
strategi
komunikasi politik yang cenderung mengambil (membentuk) posisi horizontal.
Dalam komunikasi ini, posisi antara komunikator dan komunikan (masyarakat)
relative seimbang (saling member dan menerima) sehingga terjadi sharing. Bentuk komunikasi semacam ini
merefleksikan nilai-nilai demokratis.
Kedua,
strategi
komunikasi politik yang cenderung membentuk pola-pola linear. Arus komunikasi
(informasinya) satu arah cenderung vertical (top down). Bentuk komunikasi
semacam ini merefleksikan nila-nilai budaya feodalistis dan kepemimpinan
otoriter.
Seperti yang
telah dikemukakan, interaksi antarstruktur politik dalam system politik dapat
dilihat sebagai unsur-unsur dan system komunikasi politik. Mengenal hal ini,
Blumer dan Gurevitch (1995:5) menawarkan pendekatan system komunikasi politik.
Menurut mereka, ada empat komponen yang perlu diperhatikan dalam mengkaji
system komunikasi politik:
1.
Institusi politik dengan aspek-aspek
komunikasinya
2.
Institusi media dengan aspek-aspek
komunikasi politiknya
3.
Orientasi khalayak terhadap
komunikasi politik
4.
Aspek-aspek komunikasi yang relevan
dengan budaya politik
Strategi
Komunikasi Supra dan Infrasturktur Politik
1.
Strategi Komunikasi Suprastruktur
Gejala komunikasi
politik menurut Schudson sebagaimana dikutip Dedy Djamaluddin Malik (1999),
bias dilihat dari dua arah. Pertama,
bagaimana institusi-institusi yang bersifat formal atau suprastruktur politik
menyampaikan pesan-pesan politik kepada public. Kedua, bagaimana infrastruktur politik merespon dan
mengartikulasikan pesan-pesan politik terhadap suprastruktur.
Yang pertama sering
juga disebut dengan istilah the
governmental political sphere, sementara yang kedua yang berada distruktur
masyarakat disebut dengan istilah the
socio political sphere.
Sementara itu,
komunikasi politik yang dilakukan pemerintah (suprastruktur) antara lain
mencakup:
1.
Seluruh kebujakan yang menyangkut
kepentingan warga
2.
Upaya meningkatkan loyalitas dan
integritas nasional
3.
Penerapan aturan dan perundang
undangan untuk menjaga ketertiban dan kehormatan dalam hidup bernegara
4.
Mendorong terwujudnya partisipasi
masyarakat dalam mencapai tujuan nasional
Hal penting yang harus dilakukan dalam
komunikasi politik adalah pertama,
komuniaksi menjadi cara atau teknik penyerahan tuntutan atau dukungan sebagai input dalam system politik, misalnya
dalam rangka artikulasi kepentingan. Kedua,
kopmunikasi digunakan sebagai penghubung antara pemerintah dengan rakyat, baik
dalam rangka mobilisasi social untuk implementasi hubungan, memperoleh
dukungan, maupun kepatuhan dan integrasi politik.
2.
Strategi Komunikasi Infrastruktur Politik
Ø Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD)
Kendati DPRD
dipastikan tidak lagi memilih tetapi bukan berarti lembaga ini kehilangan peran
yang menetukan dalam proses pilkada langsung. Pertanyaannya, bagaimanakah
kesiapan DPRD di daerah-daerah yang akan melaksanakan p[ilkada langsung? Hal
ini tentunya berkaitan dengan beberapa hal, yakni:
1.
Kapasitas SDM anggota DPRD
2.
Kapasitas mental anggota DPRD
Kenyataan yang ada bahwa di daerah-daerah yang
akan melaksanakan pilkada langsung kebanyakan anggotanya didominasi oleh:
1.
Mereka yang berpendidkan SLTA
bermasalah
2.
Orang-orang tua pensiunan
3.
Orang-orang baru yang belum memiliki
legislator
Berkaitan dengan posisi KPUD sebagai pihak yang
mempertanggung jawabkan proses penyelenggaraan pilkada langsung, bukan tidak
mungkin pula akan timbul masalah. Tidak ada jaminan bahwa hal ini tidak di
salah tafsirkan oleh anggota legislative.
Selain itu keputusan DPRD sebagai lembaga wakil rakyat dalam pilkada
langsung sangat rawan mengalami bias politik atas dasar kepentingan partai politik
masing-masing.
Ø Komisi Pemilihan Umum Daerah
(KPUD)
Kedudukan dan peran
KPUD sangat penting karena berkaitan langsung dengan bagaimana administrasi
atau berkas para calon diperiksa; bagaimana sosialisasi aturan dan teknis
pemilihan kepada masyarakat; bagaimana personel struktur penyelenggara pemilu
di setiap daerah, kecamatan, dan desa ditentukan; bagaimana distribusi jumlah
wajib pilih, penyiapan alat peraga pemilu, hingga bagaimana perolehan suara
para calon seluruhnya dikelola oleh KPUD.
Pengalaman kita
terhadap anggota-anggota KPUD yang telah ada sebelumnya, bagaimana telah
disinggung sebelumnya, transaksi atau jual beli suara banyak dilakukan atau
paling tidak diketahui oleh mereka, baik
itu yang dilakukan oleh KPUD sendiri maupun oleh jajaran KPUD tingkat bawah
seperti PPK dan PPS. Perilaku seperti ini akan kembali terjadi dalam intensitas
dan skala yang lebih besar. Oleh karena itu, berkenaan dengan hal tersebut,
dibutuhkan langkah-langkah antisipatif dan strategis agar kemungkinan-kemungkinan
terjadinya hal tersebut dapat dicegah lebih awal.
Ø Partai Politik
Partai politik
merupakan sarana artikulasi kepentingan rakyat. Dalam konteks pilkada langsung,
partai politiklah yang akan menjaring aspirasi rakyat berkenaan dengan calon
kepala daerah yang ideal yang diinginkan. Di beberapa daerah, ada kecenderungan
partai politik untuk tidak membuka proses pencalonan kepala daerah melalui cara
konvensi, khususnya Partai Golkar. Di beberapa kabupaten, ketua partainya
sendiri yang menjadi calon gubernur/bupati dari Partai Golkar. Ini artinya
Partai Golkar tidak memberikan akses kepada pihak lain untuk ikut berkompetisi
di dalam Partai Golkar.
Kondiso ini
tentunya bertentangan dengan semangat untuk mewujudkan partai politik sebagai
sarana artikulasi kepentingan rakyat sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Dengan kenyataan ini, partai politik hanyalah sebatas artikulasi kepentingan
elite pengurus partai, tidak lebih dari itu.
Ø Lembaga Pengawas Pemilu
(PANWASLU)
Lembaga pengawas
pemilu merupakan salah satu instrument penting dalam penyelenggaraan pemilu. Pada
awal dibentuknya lembaga ini sangat teliti dalam mengawas dan menindak lanjuti
berbagai pelanggaran, baik yang sifatnya administrative mauppun politis. Tetapi
dalam prosesnya kemudian, kenyataan berbicara lain. Rupa-rupanya panwaslu tidak
lebih dari sekedar pencatat masalah lalu kemudian menyetornya ke KPU dan
lembaga inilah yang menentukan kelanjutan perkara itu.
Lebih jauh lagi,
dalam lembaga pengawas pemilu sendiri seperti tidak independen sebab
beranggotakan dari berbagai unsure, khususnya kepolisian dan kejaksaan.
Akibatnya, kinerja mereka terhambat oleh piranti kelembagaan mereka.
Selain itu, dalam
penanganan perkara pemilu di pengadilan, kita memiliki pengalaman yang kurang
baik. Penilaian yang kurang baik tersebut dilihat dari dua sisi, yakni:
1.
Kinerja yang lamban dan bertele-tele
2.
Putusan yang tidak adil dan
transparan
Oleh karena itu, wajar jika banyak orang yang
pesimis dengan penanganan perkara di pengadilan dalam pelaksananaan pilkada langsung
nanti. Sikap pesimis tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa yang akan
menangani perkara-perkara pilkada nantinya di pengadilan adalah orang yang sama
juga saat pemilu legislative yang lalu. Karena itu, kinerja dan putusannya
tidak akan jauh berbeda.
Ø Infrastruktur Sosial Daerah
Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda
Secara objektif, keberadaan ormas dan kepemudaan
di berbagai daerah terlalu sering memainkan peran-peran politik pesanan dari
tokoh-tokoh politik tertentu. Satu organisasi entah itu yayasan atau
forum-dalam hal ini tentu saja tidak semua- dapat menjadi sangat galak menguak
keburukan salah satu seorang tokoh tetapi sangat lunak, bahkan cenderung
menutup mata terhadap kejahatan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lainnya.
Pernyataan tersebut tentu saja sangat kontras
dan cenderung tidak demokrasi, tetapi itu lebih baik daripada mesti menambah
beban pekerjaan DPRD dan KPUD yang memang sudah dalam kondisi tidak siap.
Masyarakat dengan Segala Kulturnya
Di kalangan elite
politik maupun intelektual, ada semacam kecenderungan untuk mengiringi masalah
pilkada kea arah perkara etnisitas. Ada beberapa bahaya jika etnik ini
benar-benar dipakai dan menjadi pola dalam setiap pilkada, yakni:
1.
Pilkada akan kehilangan kualitas
sebab yang ditonjolkan adalah semata-mata bagaimana memenangkan pertarungan,
merebut kekuasaan. Singkatnya, siapa yang mayoritas, itulah yang menang, dan
siapa yang minoritas, itulah yang akan kalah.
2.
Akan ada ketersinggungan etnik lain
khususnya etnik yang selamanya akan menjadi minoritas dalam daerah tersebut.
Karena dengan pola yang demikian, dipastikan semuanya tidaka akan pernah
diperhitungkan dalam kancah poltik local atau singkatnya menjadi kepala daerah.
3.
Akan dapat menjadi ancama serius
bagi eksistensi penduduk asli. Oleh karena itu masalah etnisitas tersebut
sedapat mungkin dihindari. Artinya, kalaupun pola seperti itu harus muncul,
lebih karena alasan kualitas calon bersangkutan, bukan karena populasi etnisnya
lebih besar.
b. Fungsi Komunikasi Partai
Politik dalam Pemilu
(Sebuah
Tinjauan Terhadap Kesuksesan dan Kegagalan Partai Politik dalam Pemuli)
Fungsi komunikasi politik adalah struktur politik yang
menyerap berbagai aspirasi, pandangan, dan gagasan yang berkembang dalam
masyarakat dan menyalurkannya sebagai bahan dalam penentuan kebijakan (Mas’oet
dan Andrew dalam radial, 2009:40) dengan demikian, fungsi komunikasi politik
adalah membawakan arus informasi atau kesan politik secara timbal balik dari
masyarakat kepada penguasa politik partai atau pemerintah, dan dari penguasa politik
atau pemeritah kepada masyarakat.
Menurut Almond, fungsi komunikasi politik yang terdapat
secara inheren dalam system politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri. Ada
dua indikator fungsi komunikasi politik dari lima fungsi komunikasi politik
yang dapat menunjukkan bahwa arus komunikasi politik berlangsung secara timbal
balik dan berhubungan langsung dengan kebijakan atau keputusan, yaitu :
1.
Fungsi agregasi kepentingan (interest aggregation function)
2.
Fungsi artikulasi kepentingan (interest articulation function)
Fungsi agregasi kepentingan yang
dimaksud adalah proses menampung, mengubah, mengoversi aspirasi politik
masyarakat berupa tuntutan (demanding)dan
dukungan (supporting) menjadi
alternatif-alternatif kebijakan publik berupa kebijakan (policy) dan keputusan (decision).
Fungsi artikulasi kepentingan adalah
proses panyampaian informasi atau pesan politik dari pemerintah berupa
kebijakan (policy) atau keputusan (decision) kepada masyarakat melalui
perantara infrastruktur politik.
Oleh sebab itu, komunikasi politik partai,
dapat dianggap efektif dan berhasil bila pesan-pesan politik yang
disampaikannya respons politik dari publik atau massa berupa kesediaannya untuk
memberikan simpati dan dukungan politik kepada partai berupa legimitasi
politik, terutama untuk propaganda politik, partai tetap perlu memerhatikan
keterkaitan 3 unsur dalam proses komunikasi politik, yakni :
1.
Sumber politik (source)
2. Pesan
politik (message)
3. Tujuan
politik (destination)
Disamping
efektivitas pelaksanaan fungsi komunikasi politik partai, strategi komunikasi
politik juga sebagai salah satu faktor atau indicator yang ikut memengaruhi berlangsungnya
fungsi komunikasi politik suatu partai dan merupakan unsure penting dalam mendukung
efektivitas proses berlangsungnya komunikasi politik yang dilakukan oleh suatu
partai dalam usaha untuk memperoleh simpatik atau dukungan politik kontituen
atau massa.
Hakekat
Strategi dalam Komunikasi Partai Politik
Hakekat strategi dalam komunikasi
politik adalah keseluruhan keputusan kondisional pada saat ini tentang yang
akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan (Arifin, 2003:
145). Ada beberapa indicator dalam strategi komunikasi politik yang dianggap
penting, yakni :
1.
Keberadaan pemimpin politik
2.
Merawat kekokohan dan memantapkan
kelembagaan
3.
Menciptakan kebersamaan
4.
Negoisasi
5.
Membangun consensus (Anwar Arifin
dalam Ardial, 2009: 73).
Salah
satu inti dari demokratis adalah bagaimana membangun institusi-intitusi politik
demokratis, seperti partai politik, bekerja atas dasar prinsip akuntabilitas.
Di
Indonesia, proses demokratis politik yang terus berlangsung pasca orde baru
setidaknya telah mengarahkan system kepartaian dan pemilu yang dapat memberi
peluang bagi perluasan partisipasi politik warga Negara.
Keberhasilan
ataupun kegagalan partai dalam memberikan informasi atau pesan-pesan politik
kepada masyarakat, terutama tentang pelaksanaan sejumlah program partai, tidak terlepas
dari kinerja para komunikator politik partai, seperti politisi dan praktisi
partaibdi DPR RI (fraksi), Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Sekjen DPP, Dewan
Pimpinan Wilayah (DPW Provinsi) sampai Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan
Pimpinan Anak Cabang, juru bicara partai, dan media centre.
Ketergantungan
Komunikasi Politik Partai Pada Media
Ketergantungan
suatu partai tidak terlepas dari fungsi, struktur dan content dari system media massa
yang kemudian saling memengaruhi, adanya kebutuhan dan kepentingan,
serta motif pada psikologi public yang pada akhirnya dapat memengaruhi
konsekuensi kognitif, efektif, dan behavioral public dalam menentukan sikap
untuk mendukung suatu partai
Lasswell
mengusulkan tiga fungsi dari media komuniaksi, yaitu :
1.
Menyediakan informasi tentang
lingkungan (surveillance atau pengamatan)
2.
Menyajikan pilihan untuk memecahkan
masalah (correlation) dan
3.
Sosialisasi dan pendidikan, yang
merujuk kepada transmisi.